Bandung - Herry Wirawan, terdakwa kasus rudapaksa 13 santriwatinya divonis pidana penjara seumur hidup. Herry dinilai terbukti bersalah mencabuli belasan santri hingga beberapa anak didiknya itu melahirkan. Ia menjalani sidang vonis di Pengadilan Negeri Bandung, Jalan RE Martadinata, Kota Bandung, Jawa Barat, (Selasa, 15/2/2022).
Atas putusan majelis hakim tersebut, seorang ahli hukum pidana menyampaikan pandangannya kepada Jurnalis Indonesia Satu biro Kota Tegal melalui pesan WhatsApp, (Selasa, 15/2/2022).
Berikut pandangan Azmi Syahputra yang pernah menjadi Saksi Ahli dalam sebuah proses persidangan di Pengadilan Negeri Kota Tegal.
Terkait majelis hakim pada pengadilan Negeri Bandung selasa (15/2) yang menghukum Herry Wirawan seumur hidup di penjara, ini adalah putusan yang kurang menjawab problematika terkait perlindungan kekerasan seksual pada anak.
Baca juga:
Kemenkumhan Jateng Dorong Desa Sadar Hukum
|
Padahal diharapkan majelis hakim dalam perkara ini berani memutus pelaku dengan hukuman mati.
Secara perbuatan yang dilakukan terdakwa kepada anak, adalah perbuatan yang berulang kali.
Bahkan Tindak pidana dalam KUHP yang diancam dengan pidana seumur hidup merupakan tindak pidana yang dikualifikasikan sebagai kejahatan berat.
Meskipun demikian dalam praktik hukum putusan, hakim harus dihormati, karena putusan hakim dianggap benar sampai ada putusan lain yang mengoreksinya, karena masih ada upaya hukum.
Begitu menerima putusan lengkap hakim, jaksa didorong untuk banding, karena apa yang dilakukan oleh terdakwa adalah kejahatan berat, berdampak trauma seumur hidup bagi korban, sulit dipulihkan kembali seperti keadaan semula.
Bahkan perbuatan terdakwa bertentangan dengan kepentingan umum, peradaban dan rasa kemanusiaan. Hukuman haruslah setimpal dengan kejahatan yang dilakukan pelaku, dan diharapkan putusan pengadilan atas kasus ini benar benar menjadi landmark.
Baca juga:
TNI AL Tangkap 8 Kapal Pencuri Batu Bara
|
Membawa pengaruh besar dalam upaya melindungi anak dari kekerasan seksual di masa akan datang dan membuat predator anak takut melakukan kejahatan seksual pada anak, bila hakim terapkan hukuman mati bagi pelaku. (Anis Yahya)